Injeksi Intravena Adalah Jurnal

Injeksi Intravena Adalah Jurnal

Injeksi Intramuskular

28 April 2021 08:52 WIB

Injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan untuk mengantarkan suatu zat ke dalam otot, dengan tujuan dapat diserap dengan cepat oleh pembuluh darah.

Dokumen tersebut memberikan penjelasan tentang injeksi intramuskuler (IM) yang merupakan pemberian obat secara langsung ke dalam otot. Dokumen tersebut menjelaskan pengertian, tujuan, persiapan, lokasi penyuntikan yang direkomendasikan berdasarkan usia pasien, serta cara melakukan injeksi IM secara lengkap mulai dari persiapan peralatan hingga tahap akhir.

Penerbitan Jurnal-Jurnal pada Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe di koordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

Tubuh anak lebih banyak mengandung cairan dibanding orang dewasa. Pada saat usia gestasi 24 minggu komposisi cairan tubuh mencapai 80% dari berat badan. Komposisi ini menurun perlahan, sampai anak berusia 1 tahun akan mencapai 60% dari berat badan. Sedangkan komposisi cairan pada tubuh orang dewasa adalah 50–60% dari berat badan.

Fisiologis anak yang masih mengalami proses bertumbuh menyebabkan kebutuhan cairan lebih tinggi daripada orang dewasa. Selain itu luas permukaan tubuh anak yang lebih luas dan frekuensi napas yang lebih tinggi juga memegang peranan pada kebutuhan cairan pada anak.[2]

Pada kondisi klinis tertentu, volume cairan ekstraseluler termasuk volume darah akan berkurang karena diare, muntah, luka bakar atau kejadian lain yang mengakibatkan hipovolemia. Cairan ekstraseluler terdiri dari 3 kompartemen yaitu cairan di pembuluh darah atau intravaskular, cairan interstitial, dan cairan limfa.[2,9]

Masing–masing kompartemen tersebut memiliki tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik untuk menjaga keseimbangan cairan. Oleh karena itu, pemberian cairan perlu diperhitungkan betul untuk mencegah peningkatan tekanan intravaskular yang dapat mengakibatkan komplikasi selanjutnya.[2]

Terapi Cairan Resusitasi pada Anak

Pada kasus gawat darurat, pemberian cairan resusitasi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum memikirkan terapi cairan lainnya. Pemberian cairan resusitasi ini ditujukan untuk mengisi cairan intravaskular yang hilang baik karena kehilangan cairan berlebih atau meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga cairan masuk ke ruang ketiga.

Pemberian cairan resusitasi menggunakan cairan isotonis atau larutan salin normal. Selain itu, pemantauan tanda vital dan jumlah cairan yang masuk dan keluar perlu dilakukan agar tidak terjadi kelebihan cairan.[3]

Pada umumnya cairan resusitasi bisa diberikan sebesar 10–20 ml/kgBB dan bisa diulang sampai 3 kali, maksimal 40–60 ml/kgBB pada jam pertama tergantung kondisi klinis anak. Perbaikan tanda vital anak dan diuresis menjadi indikator keberhasilan resusitasi cairan. Kelebihan cairan intravaskular dapat menyebabkan tekanan hidrostatik di dalam kapiler meningkat, sehingga berdampak terjadinya edema organ, seperti edema paru, otak, ginjal, dan jantung. Jika hal tersebut terjadi, maka angka mortalitasnya akan meningkat.[3,7]

Terapi Cairan Defisit dan Cairan Pengganti pada Anak

Setelah dilakukan penanganan kegawatan, pemberian cairan dilanjutkan untuk terapi defisit, pengganti, maupun rumatan. Pada gangguan gastroenteritis, pemberian terapi defisit atau pengganti dapat dengan jenis cairan isotonis seperti cairan salin normal (NaCl 0,9%) atau ringer laktat sebanyak jumlah cairan yang keluar.

Kemudian setelah jumlah cairan yang keluar tergantikan, diberikan cairan hipotonis sebagai terapi rumatan. Pemberian cairan isotonis untuk terapi rumatan tidak disarankan karena berisiko untuk terjadi hipernatremia pada anak.[5]

Pada kondisi dehidrasi, kebutuhan cairan anak diperhitungkan berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu:

Terapi Cairan Rumatan pada Anak

Perhitungan cairan rumatan biasa menggunakan formula Holiday–Segar dimana untuk 10 kg pertama sebesar 100 ml/kgBB, untuk 10 kg kedua sebesar 50 ml/kgBB, dan setelah 20 kg sebesar 20 ml/kBB, jumlah cairan adalah untuk kebutuhan 24 jam. Cairan rumatan dapat diberikan secara intravena jika pemberian cairan enteral tidak cukup, misalnya karena gangguan saluran cerna ataupun kondisi medis lainnya.

Jenis cairan untuk terapi cairan rumatan pada anak sebenarnya dapat digunakan cairan isotonis maupun cairan hipotonis. Pemilihan cairan tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi penyakit dari setiap anak.[1,4,8]

Berdasarkan studi analisis, penggunaan cairan isotonis untuk terapi rumatan akan menurunkan risiko hiponatremia pada kasus bedah anak dengan berbagai derajat keparahannya. Kejadian hiponatremia memang jarang terjadi pada anak tetapi pada kondisi berat dapat menyebabkan kejang, ensefalopati, dan bahkan kematian.[6,9]

Studi lain menunjukan penggunaan cairan rumatan pada kondisi deplesi cairan untuk kasus non bedah adalah dengan menggunakan cairan hipotonis seperti dextrose campuran, yaitu D5–1/4NS atau D5–1/2NS. Perlu diperhatikan bahwa cairan dengan glukosa tidak direkomendasikan untuk resusitasi, karena berisiko hiperglikemia.[4,7,9]

Pada kondisi deplesi cairan, tubuh anak akan menstimulasi pengeluaran hormon antidiuretic hormone (ADH) yang akan menstimulasi reabsorbsi cairan dan sodium di tubulus ginjal. Maka dari itu, pemberian cairan isotonis pada kondisi deplesi cairan ini justru dapat berisiko meningkatkan kejadian hipernatremia.[4]

Terapi Cairan pada Anak dengan Ketoasidosis Diabetikum

Terapi cairan pada anak dengan ketoasidosis diabetikum juga terdiri dari terapi bolus sebagai terapi resusitasi, terapi defisit, dan terapi rumatan. Pemberian terapi bolus adalah dengan cairan isotonik seperti larutan salin sebanyak 10–20 ml/kgBB selama 30–60 menit, jika anak datang dalam kondisi syok.

Setelah syok teratasi, pemberian terapi defisit cairan dilakukan dengan menilai derajat dehidrasinya. Terapi rumatan dihitung menggunakan formula Holiday–Segar dengan cairan D5–1/2NS. Penggunaan cairan hipotonis ini untuk mencegah terjadinya hiperkloremia, gagal ginjal akut dan edema otak.[3,8]

Hipokalemia pada ketoasidosis diabetikum dapat terjadi akibat poliuria osmotik, dimana terjadi ekskresi kalium berlebih pada urine dan cadangan kalium yang rendah, khususnya pada anak dengan gizi buruk. Saat dilakukan terapi insulin, kadar kalium serum akan semakin turun, karena insulin akan menyebabkan ion kalium masuk ke intraseluler.

Oleh karena itu, pemantauan ion kalium dan irama jantung harus dilakukan berkala. Kadar kalium serum dipertahankan antara 4–5 mEq/L. Koreksi kalium dilakukan jika terdapat hipokalemia dengan cairan yang mengandung 40 mmol/L kalium setelah jumlah urine output cukup.[3]

Cairan Rumatan pada Anak dengan Ketoasidosis Diabetikum

Pemilihan cairan rumatan pada kasus ketoasidosis diabetikum pada anak menjadi penting, karena saat pemberian insulin akan terjadi penurunan kadar glukosa darah secara cepat atau hipoglikemia. Target laju penurunan glukosa adalah antara 50–75 mg/dL, jika terlalu cepat akan berisiko terjadi perubahan osmotik tiba-tiba yang akan membahayakan anak.

Pemberian cairan rumatan yang mengandung dextrose 5% dilakukan saat kadar gula darah sudah mencapai 250–300 mg/dL. Pemantauan kadar glukosa dan elektrolit dalam darah perlu dilakukan untuk menentukan jenis cairan yang digunakan selanjutnya pada kasus ini.[3]

Terapi cairan pada anak sangat penting untuk memenuhi kebutuhan cairan pada anak. Pemilihan jenis cairan yang digunakan tergantung pada tujuan terapi apakah itu untuk resusitasi, terapi defisit, terapi pengganti, atau terapi rumatan. Pada anak terapi cairan rumatan dapat menggunakan cairan isotonis maupun cairan hipotonis tergantung pada kondisi penyakit yang diderita. Pemantauan tanda-tanda kelebihan cairan, gula darah, dan elektrolit perlu dilakukan berkala, khususnya untuk pasien anak yang berisiko tinggi.

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Penerbitan Jurnal-Jurnal pada Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe di koordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

Penerbitan Jurnal-Jurnal pada Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe di koordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

Penerbitan Jurnal-Jurnal pada Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe di koordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

Dari Wikikamus bahasa Indonesia, kamus bebas

injeksi (posesif ku, mu, nya; partikel: kah, lah) ·

Belum ada komentar. Anda dapat menjadi yang pertama

sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia

Injeksi Intramuskular

Sementara itu, Medical News Today menuliskan bahwa injeksi intramuskular dilakukan dengan menyuntikkan obat melalui otot. Salah satunya ketika dokter menyuntikkan vaksin ke dalam tubuhmu. Orang-orang dengan kondisi tertentu seperti multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis juga perlu melakukan suntik ini secara mandiri.

Dokter bisa melakukan injeksi intramuskular jika tidak dapat menemukan pembuluh darah yang tepat, obat tertentu yang justru akan mengiritasi pembuluh darah, atau sistem pencernan yang membuat obat menjadi tidak efektif. Injeksi ini juga memiliki keunggulan lainnya, yaitu obat mudah terserap, karena otot memiliki pasokan darah yang banyak, pun jaringannya mampu menampung lebih banyak obat dibandingkan dengan jaringan lemak.

Baca juga: Penjelasan Tentang Proses Injeksi dan Manfaatnya

Ada empat lokasi yang biasanya dituju ketika hendak melakukan injeksi intramuskular, yaitu:

Supaya kamu bisa menentukan tempat terbaik untuk injeksi, kamu sebaiknya mencatat atau mengingat, bagian tubuh mana yang pernah mendapatkan injeksi. Jangan lupa catat pula tanggal, hari, jam, dan jenis obat yang kamu terima.

Penting untuk memilih lokasi injeksi yang berbeda untuk setiap tindakan untuk menghindari munculnya bekas luka dan perubahan warna kulit. Setidaknya, lokasi injeksi baru harus berjarak 1 inci dengan lokasi sebelumnya. Jadi, kalau kamu hendak melakukan injeksi di rumah sakit, beritahukan pada dokter lokasi terakhir injeksi yang kamu dapatkan. Jangan lupa, supaya lebih mudah, pakai aplikasi Halodoc untuk memudahkan kamu berobat ke rumah sakit terdekat!

Halodoc, Jakarta - Penyuntikan, atau sering disebut injeksi dalam istilah medis menjadi salah satu tindakan medis yang sangat sering dilakukan. Setidaknya, sekitar 90 persen dari tindakan ini dilakukan dengan tujuan terapeutik, sisanya kebanyakan bertujuan untuk tindakan pencegahan, seperti misalnya vaksin.

Penyuntikan harus dilakukan oleh tenaga profesional dan berhati-hati, karena banyak risiko yang bisa menyertai. Peralatan yang digunakan harus terjaga kebersihan dan steril, karena peralatan injeksi dapat menjadi media penyebaran maupun penularan penyakit karena virus.

Nah, dari injeksi yang pernah kamu dapatkan, mungkin kamu pernah mendengar istilah injeksi intravena dan injeksi intramuskular. Sebenarnya, apa perbedaan antara keduanya?

Ada beberapa jenis obat yang diberikan secara injeksi melalui intravena, salah satunya adalah infus. Dilansir dari Healthline, ini artinya, obat diberikan langsung ke dalam pembuluh darah menggunakan jarum atau tabung. Istilah intravena berarti menuju ke dalam pembuluh darah.

Baca juga: Kenali 4 Jenis Injeksi dan Cara Melakukannya

Penggunaan suntikan secara intravena sering digunakan karena dapat memberikan dosis obat yang besar dan cepat. Misalnya, dalam beberapa situasi, seseorang harus menerima obat dengan sangat cepat, seperti ketika mengalami serangan jantung, stroke, atau keracunan. Pemberian obat melalui suntikan intravena ini dinilai membantu mengirim obat langsung kepada pembuluh darah.

Sementara itu, ada pula kondisi yang memungkinkan pemberian obat secara perlahan tetapi terus-menerus. Pemberian secara injeksi intravena ini juga bisa jadi cara yang terkontrol untuk memberikan obat dari waktu ke waktu. Lalu, jenis obat tertentu yang dikonsumsi secara oral akan dipecah oleh enzim pada organ hati, sehingga kinerja obat pun menjadi kurang maksimal. Oleh karena itulah, pemberiannya bisa dilakukan melalui suntikan intravena.

Baca juga: Bagaimana Prosedur Injeksi Dilakukan?

Pemberian obat melalui metode ini dilakukan dengan memasukkan jarum pada vena di pergelangan tangan, siku, atau punggung tangan. Biasanya, penggunaannya tidak lama, seperti ketika kunjungan singkat di rumah sakit, memberikan obat penghilang rasa sakit selama operasi, atau antibiotik.

Injeksi Intramuskular

Sementara itu, Medical News Today menuliskan bahwa injeksi intramuskular dilakukan dengan menyuntikkan obat melalui otot. Salah satunya ketika dokter menyuntikkan vaksin ke dalam tubuhmu. Orang-orang dengan kondisi tertentu seperti multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis juga perlu melakukan suntik ini secara mandiri.

Dokter bisa melakukan injeksi intramuskular jika tidak dapat menemukan pembuluh darah yang tepat, obat tertentu yang justru akan mengiritasi pembuluh darah, atau sistem pencernan yang membuat obat menjadi tidak efektif. Injeksi ini juga memiliki keunggulan lainnya, yaitu obat mudah terserap, karena otot memiliki pasokan darah yang banyak, pun jaringannya mampu menampung lebih banyak obat dibandingkan dengan jaringan lemak.

Baca juga: Penjelasan Tentang Proses Injeksi dan Manfaatnya

Ada empat lokasi yang biasanya dituju ketika hendak melakukan injeksi intramuskular, yaitu:

Supaya kamu bisa menentukan tempat terbaik untuk injeksi, kamu sebaiknya mencatat atau mengingat, bagian tubuh mana yang pernah mendapatkan injeksi. Jangan lupa catat pula tanggal, hari, jam, dan jenis obat yang kamu terima.

Penting untuk memilih lokasi injeksi yang berbeda untuk setiap tindakan untuk menghindari munculnya bekas luka dan perubahan warna kulit. Setidaknya, lokasi injeksi baru harus berjarak 1 inci dengan lokasi sebelumnya. Jadi, kalau kamu hendak melakukan injeksi di rumah sakit, beritahukan pada dokter lokasi terakhir injeksi yang kamu dapatkan. Jangan lupa, supaya lebih mudah, pakai aplikasi Halodoc untuk memudahkan kamu berobat ke rumah sakit terdekat!

Halodoc, Jakarta - Penyuntikan, atau sering disebut injeksi dalam istilah medis menjadi salah satu tindakan medis yang sangat sering dilakukan. Setidaknya, sekitar 90 persen dari tindakan ini dilakukan dengan tujuan terapeutik, sisanya kebanyakan bertujuan untuk tindakan pencegahan, seperti misalnya vaksin.

Penyuntikan harus dilakukan oleh tenaga profesional dan berhati-hati, karena banyak risiko yang bisa menyertai. Peralatan yang digunakan harus terjaga kebersihan dan steril, karena peralatan injeksi dapat menjadi media penyebaran maupun penularan penyakit karena virus.

Nah, dari injeksi yang pernah kamu dapatkan, mungkin kamu pernah mendengar istilah injeksi intravena dan injeksi intramuskular. Sebenarnya, apa perbedaan antara keduanya?

Ada beberapa jenis obat yang diberikan secara injeksi melalui intravena, salah satunya adalah infus. Dilansir dari Healthline, ini artinya, obat diberikan langsung ke dalam pembuluh darah menggunakan jarum atau tabung. Istilah intravena berarti menuju ke dalam pembuluh darah.

Baca juga: Kenali 4 Jenis Injeksi dan Cara Melakukannya

Penggunaan suntikan secara intravena sering digunakan karena dapat memberikan dosis obat yang besar dan cepat. Misalnya, dalam beberapa situasi, seseorang harus menerima obat dengan sangat cepat, seperti ketika mengalami serangan jantung, stroke, atau keracunan. Pemberian obat melalui suntikan intravena ini dinilai membantu mengirim obat langsung kepada pembuluh darah.

Sementara itu, ada pula kondisi yang memungkinkan pemberian obat secara perlahan tetapi terus-menerus. Pemberian secara injeksi intravena ini juga bisa jadi cara yang terkontrol untuk memberikan obat dari waktu ke waktu. Lalu, jenis obat tertentu yang dikonsumsi secara oral akan dipecah oleh enzim pada organ hati, sehingga kinerja obat pun menjadi kurang maksimal. Oleh karena itulah, pemberiannya bisa dilakukan melalui suntikan intravena.

Baca juga: Bagaimana Prosedur Injeksi Dilakukan?

Pemberian obat melalui metode ini dilakukan dengan memasukkan jarum pada vena di pergelangan tangan, siku, atau punggung tangan. Biasanya, penggunaannya tidak lama, seperti ketika kunjungan singkat di rumah sakit, memberikan obat penghilang rasa sakit selama operasi, atau antibiotik.